Sejarah Nagari Maninjau

Arsip

MANINJAU

December 22, 2012

By EB St. Kulipah

Dari Pengurus IKMJ:

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Artikel ini adalah hasil karya dari Almarhum Angku D. Datuk Perpatih, berupa sebuah buku kecil yang diterbitkan oleh Penerbit: CV PD & I IKHWAN, Jln. Ophir I (Bujana Dalam) No. 10 Blok G, Kby. Baru, JAKARTA SELATAN 12120 – Telp. 722 2679. Pengurus mendapatkan buku tersebut dari Angku Natril Sutan Majo Indo. Mengingat isi buku yang kiranya perlu diketahui oleh Anak Nagari Maninjau, Pengurus IKMJ melakukan upaya penulisan kembali dan menyajikannya pada website. Mudah-mudahan Artikel ini bermanfaat adanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pengurus IKMJ

 

PENGANTAR KATA

Syukur alhamdulillah, selesailah Penyusun buku kecil tentang MANINJAU ini menuntaskan sementara pekerjaannya sehingga dapat dihidangkan ke tengah masyarakat kita terutama yang berada di perantauan lebih khusus lagi tenaga mudanya.

 

Walaupun bagaimana cepatnya jalan roda pembangunan, sebagai warga yang datang dari Minangkabau akan tetap terlihat cahayanya dengan mencantumkan nama/gelar di belakang namanya sendiri seperti :

 

1. Datuk bagi Penghulu sebagai pemimpin (berikut Datuk Penungkatnya).

2. Imam dan Chatib bagi petugas adat bidang agama yang mendampingi Datuk. Suluah bendang  dalam nagari.

3. Sutan, Bagindo, Rajo dan sebagainya dibelakang nama setiap anak kemenakan yang sudah gadang/dewasa sesuai dengan ketentuannya, “kaciek banamo, gadang bagala.”

Hal itu sebagai “Pusako Kato” peninggalan orang-orang tua, nenek moyang kita dahulu yang seharusnya kita pelihara dengan baik. Kepada Sdr. H. Bachtiar S. Yamil Rajo Bandaro, Ketua IKM Jakarta diucapkan terima kasih banyak karena telah ikut berusaha membantu pengumpulan bahan-bahan berharga bagi penyusunan daftar nama/gelar ini yang diterimanya dari:

 

1. Almarhum Angku B. Dt. Maradjo

2. Angku H.H. Dt. Radjo Angek

3. Angku M. Y. Y. Dt. Maradjo

Semoga ada manfaatnya, Amien!

Jakarta, 5 Januari 1996

Penyusun

 

MANINJAU

MANINJAU adalah nama sebuah Nagari di daerah Sumatera Barat (Minangkabau). Terletak di Luhak (Kabupaten) Agam, dalam Kecamatan X Koto Maninjau, atau Kecamatan Tanjung Raya sekarang, di pinggir timur Danau Maninjau. Pada masa dulu, sekitar tahun-tahun akhir Abad XIX sampai dengan lebih kurang tahun 1920, di sekitar Danau Maninjau ini ada 2 Kecamatan. Pertama Kecamatan IV Koto, yang terdiri dari Nagari Maninjau, Sungaibatang, Tanjung Sani dan Bayur. Kedua, Kecamatan VI Koto, terdiri dari III Koto (Kotobaru, Tanjung Batuang/Kototinggi, Paninjauan) Kotokaciek,II Koto (Kotogadang dan Koto Malintang). Masing-masing kecamatan ini dikepalai oleh seorang Asisten Demang. Assisten Demang IV Koto berkedudukan di Maninjau dan Assisten Demang VI Koto berkedudukan di Kotokaciak.

 

Semenjak pertengahan Abad XIX yang lalu sampai dengan tahun 1918, kedua kecamatan ini bernama Kelarasan, masing-masing dikepalai oleh seorang Tuanku Laras (Tuanku Lareh). Laras IV Koto berkedudukan di Sungaibatang dan Laras VI Koto berkedudukan di Kotokaciak. Panggilan kepada Laras adalah -Tuanku Laras-.

 

Sesudah daerah kelarasan dijadikan “kecamatan” panggilan” Tuanku” tersebut pindah kepada Assisten Demang menjadi Tuanku Assisten Demang. Dalam bahasa Belanda disebut Onder Districtshoofd. Tak lama kemudian lebih kurang sekitar tahun 1925 kedua kecamatan ini digabungkan menjadi satu, dengan nama Onderdistrict Maninjau dan berkedudukan di Pasar Maninjau. Nama “kecamatan” sebenarnya belum dikenal atau belum dipakai ketika itu di daerah seberang kecuali di Pulau Jawa. Sesudah Indonesia merdeka, daerah ini berganti nama dengan Kecamatan X Koto Maninjau dan terakhir dengan nama Kecamatan Tanjung Raya, dengan ibukotanya tetap di Maninjau, dikepalai oleh seorang Camat.

 

Meskipun kotonya sepuluh, namun hanya ada tujuh nagari di sekitar Danau Maninjau. Ada beberapa koto yang digabungkan menjadi satu nagari. Tujuh nagari yang dimaksud adalah Maninjau, Sungaibatang, Tanjung Sani, Bayur, III Koto (Kotabaru, Kototinggi, Paninjauan), Kotokaciak (termasuk didalamnya Balai Belo) dan II Koto (Kotogadang dan Koto Malintang).Tiga Onder Districts (kecamatan) masing-masing Onder District Maninjau, Matur/ Palembayan dan Lubukbasung/Tiku tergabung dalam satu District dengan nama District Maninjau dengan ibukotanya Maninjau, dikepalai oleh seorang Districthoofd atau Demang dengan panggilan Tuanku Demang. District Maninjau ini dinamakan pula daerah Onder Afdeeling dengan nama Onder Afdeeling  Maninjau yang ibu kotanya Maninjau, dikepalai oleh seorang Controleur yang biasa disebut Kemendur (Tuanku Mandur). Controleur atau Tuanku Mandur ini hanya orang Belanda/penjajahlah yang berhak mendudukinya. District Maninjau bersama District Agam Tua yang meliputi Dataran Tinggi Agam tergabung dalam satu Afdeeling/Luhak/Kabupaten dengan nama Afdeeling/Luhak Agam dengan ibu kotanya Fort de Kock atau Bukittinggi.

 

Ada lima Afdeeling yang tergabung menjadi satu dalam daerah Keresidenan Sumatera Barat :

1. Afdeeling Agam meliputi Pasaman dengan ibukotanya Bukittinggi,

2. Afdeeling Tanah Datar dengan ibu kotanya Fort van der Capellen atau Batusangkar,

3. Afdeeling Lima Puluh Kota dengan ibu kotanya Payakumbuh,

4. Afdeeling Solok dengan ibu kotanya Solok dan

5. Afdeeling Pesisir Selatan meliputi Kerinci dengan ibu kotanya Painan. Ibu kota Painan ini kemudian sesudah Indonesia merdeka dipindahkan ke Sungai Penuh.

Paling akhir daerah Kerinci ini digabung dengan Propinsi Jambi. Kemudian daerah sekitar gunung Pasaman dijadikan kabupaten dengan nama Kabupaten Pasaman yang ibu kotanya Lubuksikaping.

Masing-masing Afdeeling dikepalai oleh seorang Assisten Residen yang biasa pula disebut dengan Tuan Luhak. Meskipun daerah Sumatera Barat terbagi dalam 5 Afdeeling tersebut di atas, namun kalau kita berbicara mengenai Minangkabau daerah asalnya hanya ada tiga Luhak, dengan dua Kelarasan atau sistem pemerintahan adatnya.

Luhak nan Tigo adalah :

 

1. Luhak yang tua (adalah) Luhak Tanah Datar,

2. Luhak yang tengah (adalah) Luhak Agam dan

3. Luhak yang bungsu (adalah) Luhak Lima Puluh.

 

Sistem adat yang dua atau lareh nan dua adalah :

1. Kelarasan Budi Caniago dengan Mamak adatnya Datuk Perpatih Nan Sebatang dan

2. Kelarasan Koto Piliang dengan Mamak adatnya Datuk Katumanggungan.

 

Jadi ada dua pengertian Kelarasan :

Pertama, nama gabungan dari beberapa buah nagari, yang dikepalai oleh seorang Tuanku Laras dan Kedua, nama sistem adat, Budi Caniago dan Koto Piliang.

Tuanku Laras mempunyai kekuasaan yang luas, meliputi pimpinan pemerintahan dan pimpinan adat dalam daerahnya. Dahulu dia menjadi orang yang sangat berkuasa dalam segala lapangan, malah menakutkan. Pemerintahannya keras. Orang takut kepada Tuanku Laras. Malah kadang-kadang anaknya, kemenakannya dan familinya yang lain ikut pula berkuasa. Rumahnya disebut rumah Tuanku Lareh. Sawahnya, sawah Tuanku Lareh. Ladangnya, ladang Tuanku Lareh. Harta bendanya harus diperlakukan istimewa oleh masyarakat.

Terkenallah pameo: “Mancacek janjang Tuanku Lareh.” Itu besar resikonya, harus memperbaiki sendiri. Tadi sudah diterangkan bahwa Maninjau yang kita cintai ini, pernah menjadi ibu kota dari beberapa tingkatan pemerintahan. Pertama menjadi ibu kota dari kenagariannya sendiri, kedua ibu kota dari Onder District atau Kecamatan, ketiga ibu kota dari District atau Kewedanaan dan keempat ibu kota dari Onder Afdeeling dimana hanya bangsa Belandalah yang diperbolehkan mengepalainya sebagai HPB (Hoofd van Plaatslijks Bestuur) atau Tuanku Mandur.

Kelihatan ada rahasianya ketentuan tersebut oleh Belanda. Maninjau merupakan satu nagari yang selalu harus diawasi, karena sangat jelas anti Belandanya. Lebih dari setengah lusin kubu pertahanan yang dibangun rakyatnya ketika perang Padri yang terkenal itu. Kemudian terbukti lagi dengan disembelihnya seorang anak Belanda oleh seorang perempuan bernama Mariam.

Selama masa penjajahan Belanda, yang prakteknya baru sesudah tahun 1837 menginjakkan kakinya di daerah Maninjau ini, yakni sesudah Bonjol jatuh untuk kedua kalinya, daerah ini memang dirasakan daerah yang terberat oleh mereka. Para pegawai Belanda yang berhasil mengamankan daerah ini dalam waktu tertentu diberi penghargaan yang setimpal. Seorang Controleur/ Tuanku Mandur setelah berhasil memimpin daerah ini dalam 2 atau 3 tahun dipindahkan dan diberi kenaikan pangkat sebagai Asssiten Residen ke tempat lain. Begitu pula seorang Assisten Demang yang keluar dari daerah ini biasanya diangkat menjadi Demang di tempat lain. Dalam taktik dan cara yang demikian memang Belanda terbilang pintar.

Berbicara mengenai Maninjau ataupun daerah sekitar Danau Maninjau ini memang menarik sekali. Tidak saja disebabkan Maninjau tempat darah tertumpah, tempat kelahiran para puteranya, tetapi ternyata mempunyai peranan penting dalam sejarah masa lampau. Peranan yang gilang gemilang, yang sepatutnya selalu diingat oleh para pencintanya. Lebih kurang 10 tahun yang lalu beberapa titik peranan dan sejarah masa lampau tempat tumpah darah ini telah juga diungkapkan dalam Riak Danau dan beberapa penerbitan terpisah. Namun ada baiknya kita ingat-ingat kembali, sehingga tidak terlupakan begitu saja. Bagaimana daerah, susunan masyarakat adat, kebudayaan, perjuangan dan lain sebagainya.

Kok tagak meninjau jarak

Kok duduak marauik ranjau,

Pandang jauah dilayangkan,

Pandang hampie ditukiekkan.

Batang Maransi bateh jo bayua,

Batang Tumayo jo Sungaibatang

Ladang Sapuluah, Ladang Balimo

Paparangan, Kuok jo Ladang Tinggi

Rimbo Takuruang jo Puncak Gasang,

Rateh bateh jan nyo hilang

Baitu pituah dari nan tuo,

Dari Niniek turun ka Angku,

Dari Angku turun ka Mamak,

Dari Mamak ka Kamanakan,

Nan sampai kepado kito,

Maninjau Tanah Pusako,

Hutang dikito mambelanyo,

Jan lengah jan lah lupo

Kito kok samo disesonyo.

MANINJAU adalah salah satu nagari dari beratus-ratus nagari lainnya di Minangkabau, lengkap dengan segala persyaratannya sebagai sebuah nagari. Memang ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perkampungan untuk diakui sebagai sebuah nagari, sesuai dengan Cupak Usali.

Undang-Undang Nagari dalam Limbago Nan Sapuluah, adalah undang-undang adat tentang pembentukan nagari yang memuat peraturan-peraturan untuk membentuk atau mendirikan Persekutuan Masyarakat Adat yang bertingkat nagari.

Kelompok masyarakat adat yang hendak mendirikan nagari itu, haruslah sudah tersusun dari 4 buah suku yang terdiri dari beberapa buah paruik.

Tiap-tiap kampung ada tuanya atau mamaknya/ pemimpinnya, dan setiap rumah ada Tungganainya. Tungganai berarti kiasan, “Tunggak nan Menanai.”

Undang-Undang Nagari tersebut berbunyi sebagai berikut:

Nagari ba ka ampek suku,

Dalam suku bubuah paruik,

Kampung nan ba tuo,

Rumah nan ba tungganai.

Selain itu perlengkapan nagari :

Balai nan saruang, (Balairung)

Musajik nan sabuah, (Sekurang-kurangnya)

Labuah nan golong,

Pasa (galanggang) nan rami serta

Tapian tampek mandi.

Bapandam bapakuburan,

Basawah nan bapiriang,

Ladang nan babintalak,

Rumah nan babiliek,

Lumbuang nan baririk

Ameh perak, bareh padi.

Nagari Maninjau, dahulunya terbagi dalam 4 buah jorong.

Pertama Jorong Panyinggahan, meliputi Sikabu, Panyinggahan, Kampung Dalam, Kububaru, Pasar,   Muaro Pisang, Kuok dan Talang,

Kedua Jorong Gasang, dari Batangair Muaro Pisang karelie meliputi Penurunan Air Hangat, Air Hangat, Pasir Panjang, Gasang, Lilin dan Batang Maransi.

Ketiga Jorong Nagari, meliputi Garonggong Kayu Tanam, Jambuputiah, Bancah, Kukuban, Nagari, Ujuang dan Kapalo Koto, Guguak Sarai.

Keempat Jorong Kubugadang Panji, meliputi Kubangan Laweh, Kubugadang, Panji, Kubu Pauh, Kubu Salapan dan Ladang Sapuluah.

Tiap-tiap jorong ini dilengkapi dengan sebuah Mesjid, yang menjadi milik nagari berserta segala kelengkapannya. Dari 4 jorong ini, 2 jorong terletak sebelah arah hilir = Rahilie, yakni Jorong Panyinggahan dan Jorong Gasang. Dan 2 jorong lagi terletak sebelah arah mudik = Ramudiek, yakni Jorong Nagari dan Jorong Kubugadang/Panji. Batas antara Rahilie dan Ramudiek ini adalah Rimbo Asai.

Tiap-tiap jorong dikepalai oleh seorang Kepala Jorong, dibantu oleh seorang Pangka Tuo untuk urusan pangairan sawah-sawah, seorang Imam Chatib Jumat dan seorang Tuo rang mudo, untuk urusan pemuda. Pembagian jorong sekarang telah banyak berubah, sesuai dengan keperluan zaman, yakni zaman pembangunan. Dalam lapangan pemerintahan, Nagari Maninjau dahulunya dikepalai oleh seorang Kepala Nagari atau Penghulu Kepala. Dinamakan Penghulu Kepala, oleh karena orang yang akan diangkat menjadi seorang Kepala Nagari itu haruslah seorang Panghulu Andiko. Ketentuan ini semenjak Indonesia merdeka tidak terlalu disyaratkan lagi.

Kepala Nagari dipilih oleh Kerapatan Adat Nagari, yang untuk Maninjau anggotanya berjumlah 66 orang, terdiri dari 24 orang Penghulu Andiko, 24 orang Datuk Panungkat dan 18 orang Imam Khatib Adat. Statusnya bukanlah sebagai pegawai negeri, tetapi merupakan Ketua Eksekutif dari satu Dewan Pemerintahan Nagari, yang terdiri dari Ninik Mamak nan 24 dalam nagari Maninjau. Dewan atau Kerapatan Nagari inilah yang diberi tanggung jawab mengelola harta benda nagari.

Untuk jelasnya, ada 2 badan kerapatan dalam tiap-tiap nagari.

Pertama, Kerapatan Adat Nagari. Kerapatan ini berhak mengangkat Kepala Nagari, menyusun anggaran belanja nagari, memepat cupak (mamapek cupak) membuat peraturan-peraturan sepanjang diperlukan oleh nagari yang bersangkutan menurut adat.

Kedua,    Kerapatan Nagari merupakan Dewan Pemerintahan yang anggota- anggotanya terdiri dari Ninik  Mamak Nan 24 dalam nagari Maninjau diketuai oleh Kepala Nagari.

Mengenai Pemerintahan Nagari ini, berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 5 tahun 1974, tampaknya akan ada perubahan besar lagi. Pemerintah merencanakan untuk membagi pemerintahan nagari yang ada sekarang, menjadi beberapa buah Desa. Ada kemungkinan jorong-jorong yang ada ketika itu akan ditingkatkan statusnya menjadi desa, untuk dapat mengurus pemerintahan sehai-hari. Penjelasan yang diterima, menerangkan bahwa yang dibagi hanya urusan pemerintahan. Namun Kesatuan Adat Nagari tetap berdiri, yakni Kerapatan Adat Nagari dan Kerapatan Nagari, untuk mengelola harta benda nagari. Sedang kita tunggu kabar bagaimana pelaksanaan selanjutnya mengenai pemerintahan nagari ini, khususnya nagari kita, Maninjau.

Susunan Masyarakat dan Kerapatan

Kesatuan Masyarakat Adat Maninjau, merupakan satu keluarga besar. Antara suku dan suku, keluarga satu dengan keluarga yang lain, saling terima menerima, sumando manyumando, pulang memulangi, sehingga terjalin saling hubungan keluarga yang sangat rapat. Tidak saja dapat dilihat hubungan antara satu suku dengan suku yang lainnya, tetapi juga antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya. Pasti ada saja hubungannya. Inilah salah satu rahasia kenapa ada larangan orang kawin sesuku, tetapi diatur perkawinan itu antar suku untuk saling mengikat rasa kekeluargaan antar suku yang ada dalam nagari. Dengan demikian terciptalah silaturrahmi kekeluargaan yang lebih luas dalam hubungan kekerabatan, Baranak barinduak, baradiek, bakakak, bamamak ba kamanakan, baipa babisan, ba bako ba baki atau babako ba anak pusako.

Dalam Nagari Maninjau, ada 4 kelompok besar famili yang saling sambung menyambung silaturrahim, dan keempat kelompok besar inilah yang menjadi pemilik nagari tersebut.

Kelompok pertama adalah famili Caniago dengan 4 orang Penghulu Andiko, 4 orang Datuk Penungkat dan 4 orang Imam Chatib (2 Imam dan 2 Khatib),

Kelompok kedua, adalah famili Malayu dengan 5 orang Penghulu Andiko, 5 orang Datuk Panungkat dan 4 orang Imam Khatib (2 Imam dan 2 Khatib).

Kelompok ketiga, adalah famili Guci/Pili dengan 9 orang Penghulu Andiko, 9 orang Datuk Penungkat dan 4 orang Imam Khatib (2 Imam dan 2 Khatib).

Kelompok keempat, adalah famili Tiga Suku, dengan 6 orang Penghulu Andiko, 6 orang Datuk Penungkat dan 6 orang Imam Khatib (3 Imam dan 3 Khatib).

Tiga suku yang dimaksud adalah Tanjung, Koto dan Sikumbang.

Nama gelaran atau gelar adalah tanda pengenal famili. Nama gelaran tersebut diberikan ketika seseorang telah dewasa atau gadang. Ketika kecil seseorang diberi nama oleh ayahnya dan ketika besar (gadang) apabila sudah menikah diberi gala (gelar) oleh mamaknya. Ungkapannya Kaciek banamo gadang bagala.

Masing-masing kelompok famili di atas, mempunyai daftar gelar sendiri-sendiri. Tidak diperkenankan memakai gelar milik kelompok yang lain. Umumnya warga telah hafal saja daftar gelar masing-masing kelompok tersebut, mana gelar yang boleh dipakainya, mana yang tidak.

Pemakaian nama gelaran tersebut diatur oleh Mamak Adat (Penghulu) dan Mamak Pusako yang bersangkutan, untuk lebih tertib terletak pada tempatnya.

Sungguhpun ada larangan memakai gelar kelompok lain namun dalam adat dibenarkan pula seseorang meminjam/ memakai gelar bakonya, dengan syarat hanya terbatas pada dirinya sendiri, tidak boleh diturunkan kepada famili suku si pemakai. Harus kembali kepada yang empunya apabila gelar tersebut tidak dipakai lagi oleh sipeminjam.

Mengenai nama gelaran ini dapatlah dilihat pada halaman selanjutnya. Meskipun kelompok famili ada 4, namun kalau dihitung sukunya ada 7, masing-masing Chaniago, Malayu, Guci, Pili, Tanjuang, Koto dan Sikumbang, masing-masing dipimpin oleh Penghulu Andiko, Datuk Penungkat dan Imam Khatibnya. Dalam nagari Maninjau ada 24 orang Penghulu Andiko. Beliau-beliau tersebut dipilih dari dan oleh sukunya masing-masing, menurut ketentuan adat.

Gadang belaga, pusako basalin,

Badiri Pangulu sakato kaum,

Badiri Andiko sakato Nagari.

Hiduik bakarilahan,

Mati batungkek budi.

Panggilan kepada beliau-beliau Penghulu Andiko adalah Angku, bukan Angku Datuk. Kalau kata-kata Angku akan kita sambung, hanya dengan gelarnya saja. Nama kecilnya tidak disebut, malah ada yang melarang menyebutnya. Jadi kita panggil Angku Datuk Maradjo, Angku Datuk Sinaro, Angku Datuk Tanameh, dan lain sebagainya.

Andai kata gelar penghulu tersebut dipakai oleh orang yang muda dari kita, umpamanya kemenakan, adik dan lain sebagainya, kita diperbolehkan adat tidak memakai istilah Angku, boleh ditukar dengan Rangkayo. Istilah Waang sama sekali tidak boleh dipergunakan. Hanya ayah kandung dan ibu kandung dari penghulu yang bersangkutan yang mendapat pengecualian dalam hal ini, kalau dia mau mempergunakan fasilitas tersebut.

Menghina seorang Penghulu Andiko, dapat disalahkan menurut adat, apakah menghina dengan perkataan apalagi dengan perbuatan. Salah ditimbang, hutang dibaie. Yang membayar hutang ini adalah famili dari yang bersalah. Sebenarnya tidak saja hutang kepada seorang penghulu yang diperlakukan demikian, tetapi juga kesalahan dalam bentuk lain, misalnya mengganggu dunsanak urang, salah jambo, salah tariek, dan lain sebagainya. Semua kesalahan tersebut harus dibayar oleh famili yang bersangkutan.

Tapijak dikapua, putieh tapak,

Tapijak diarang hitam tapak,

Kuma basasah, ba abu bagantiak.

Siapa saja yang bersalah.

Untuk memudahkan penggantian penghulu dan sekalian untuk membantu penghulu dalam tugasnya sehari-hai, yang dapat diwakilkan, maka diangkatlah seorang kemanakan untuk penungkatnya, sekalian sebagai calon penghulu berikutnya. Mencari Penungkat ini, dipilih dari dan oleh famili yang bersangkutan, dikoordinir oleh Mamak Pusako dan Mamak adat. Pada waktunya nanti, penungkat ini langsung diangkat menjadi penghulu, menggantikan penghulu sebelumnya.

Andai kata terjadi suatu kesulitan, misalnya Penungkat yang bersangkutan tidak bersedia untuk diangkat jadi penghulu, atau memang pribadinya tidak dapat diterima lagi oleh famili oleh karena sesuatu sebab, maka famili memilih calon yang lain dengan jalan musyawarah.

Di Maninjau telah diadatkan bahwa Penungkat atau calon penghulu, diberi gelar Datuk dengan tambahan nama gelar yang telah disepakati bersama oleh nagari untuk masing-masing suku. Banyaknya ada 24 orang pula. Misalnya, Penungkat Angku Datuk Sinaro adalah Datuk Bandaro Alam, Penungkat Datuk Perpatih/Datuk Basa adalah Datuk Malano Kayo atau Datuk Radjo Malano, dan lain sebagainya.

Panggilan kepada Datuk Penungkat, adalah Datuk atau Angku Datuk sedang panggilan kepada Penghulu, tadi sudah diterangkan, adalah Angku.

Kalau di Maninjau, Penungkat atau calon penghulu diberi gelar Angku, Datuk atau Datuk saja, ada beberapa nagari yang lain tidak demikian halnya. Misalnya di Lubukbasung hanya memberi gelar Sutan yang pengertiannya sama dengan gelar Datuk di Maninjau. Selain Datuk Panungkat, maka penghulu masih dilengkapi lagi dengan staf lainnya, berupa Imam dan Khatib. Imam dan Khatib ini bertugas sebagai Badan Penerangan dan Agama, Suluah Bendang dalam nagari. Di Maninjau, Imam dan Khatib Adat ini jumlahnya 18 orang.

DAFTAR NAMA/GELAR

Penghulu, Penungkat serta Imam/Khatib 7 suku di Nagari Maninjau.

PENGHULU PENUNGKAT IMAM/KHATIB

I. Caniago

1. Datuk Perpatih                    1. Datuk Malano Kayo           1. Imam Malano

2. Datuk Basa                         2. Datuk  Radjo Malano         2. Khatib Kayo

3. Datuk Madjo Indo              3. Datuk Tan Tumadjolelo       3. Imam Bandaro

4. Datuk Bandaro Kayo          4. Datuk Kayo                          4. Khatib Sutan

II. Malayu

5. Datuk Maradjo                    5. Datuk Putih                         5. Imam Putih

6. Datuk Rangkayo Basa        6. Datuk Basa Nan Balimo     6. Khatib Radjo

7. Datuk Sati                           7. Datuk Radjo Mangkuto      7. Imam Maradjo

8. Datuk Bandaro Sati            8. Datuk Mangkuto Alam

9. Datuk Bagindo                   9. Datuk Mantiko Radjo           8. Khatib Bagindo

III. Duo suku

a. Guci

10. Datuk Tanameh                 10. Datuk Saripado                 9. Imam Tanameh

11. Datuk Sidi Bandaro          11. Datuk Marah Indo            10. Khatib Bandaro

b. Piliang

12. Datuk Tunaro                    12. Datuk Pangulu Basa          1 Khatib Sidi

13. Datuk Radjo Basa              13. Datuk Nangkodoh Radjo —

14. Datuk Sinaro                      14. Datuk Bandaro Alam —

15. Datuk Bandaro Panjang   15. Datuk Sampono Alam —

16. Datuk Pamuncak               16. Datuk Madjo Kayo        12. Khatib Pamuncak

17. Datuk Rangkayo Mulia     17. Datuk Bandaro Basa —

18. Datuk Tumadjo Basa          18. Datuk Radjo Manso

IV. Tigo suku

a. Tanjung

19. Datuk Manindih Nan Basa 19. Datuk Radjo Limo Koto  13. Imam ampono

20. Datuk Radjo Endah 20. Datuk Mangkudun Sati    14. Khatib Radjo Endah

b. Koto

21. Datuk Bagindo Sati     21. Datuk Bandaro                 15. Khatib Basa

22. Datuk Tumanggung     22. Datuk Madjo Labih       16. Imam Basa

c. Sikumbang

23. Datuk Batuah               23. Datuk Madjo Lelo             17. Imam Batuah

24. Datuk Bandaro Batuah  24. Datuk Palindih          18. Khatib Madjo Lelo

DAFTAR NAMA/GELAR

yang dipakai atau pernah dipakai oleh warga 7 suku di Nagari Maninjau.

1.  Suku Malayu

1. Bagindo Jamaluddin 2. Bagindo Kayo 3. Bagindo Marah 4. Bagindo Panghulu 5. Bandaro Hakim 6. Bandaro Malin 7. Basa Bandaro 8. Basa Diateh 9. Basa Nan Balimo 10. Dubalang Itam 11. Gampo Alam 12. Gunuang Kayo 13. Imam Karim 14. Imam Mangkuto 15. Imam Marajo 16. Imam Putiah 17. Imam Sati 18. Kari Sutan 19. Khatib Bagindo 20. Khatib Rajo 21.Labai Kali 22.Labai Nan Kari 23.Labai Sidi 24.Lelo Ameh 25.Lembang Alam 26. Malin Marajo 27. Mangkuto Alam 28. Mangkuto Ameh 29. Mangkuto Basa 30. Mangkuto Sati 31. Marah Gumilang 32. Marah Hakim 33. Marah Kayo 34. Marajo Sutan 35. Rajo Adil 36. Rajo Bagindo 37. Rajo Bandaro 38. Rajo Bintang 39. Rajo Lenggang 40. Rajo Malayu 41. Rajo Mangkuto 42. Rangkayo Marajo 43. Sampono Marajo 44. Sandi Basa 45. Sidi Kayo 46. Sidi Marajo 47. Sidi Taher 48. Sutan Baheram 49. Sutan Bainun 50. Sutan Bandaro Sati 51. Sutan Basa 52. Sutan Hakim 53. Sutan Ibrahim 54. Sutan Idris 55. Sutan Iskandar 56. Sutan Jamarih 57. Sutan Jamin 58. Sutan Kayo 59. Sutan Mahmud 60. Sutan Majo Kayo 61. Sutan Mangkuto 62. Sutan Mangkuto Alam 63. Sutan Mangkuto Ameh 64. Sutan Mantari 65. Sutan Mantiko Rajo 66. Sutan Marajo 67. Sutan Palembang 68. Sutan Pamenan 69. Sutan Pakuko 70. Sutan Rajo Ameh 71. Sutan Rajo Bintang 72. Sutan Rangkayo Basa 73. Sutan Rangkayo Sati 74. Sutan Reno Ali 75. Sutan Salim 76. Sutan Sati 77. Sutan Syarif 78. Sutan Taher 79.Sutan Talarangan 80.Tukang Marajo

2.   Suku Caniago

1. Angku Nan Ijau 2. Bagindo Hakim 3. Bagindo Malano 4. Bagindo Mudo 5. Bagindo Sulaiman 6. Bagindo Jamaluddin 7. Imam Bandaro 8. Imam Malano 9. Kando Marajo 10. Khatib Kayo 11. Khatib Malano 12. Khatib Nagari 13. Khatib Rajo Ameh 14. Khatib Sutan 15. Labai Alam 16. Labai Bagindo 17. Labai Mangkuto 18. Labai Nan Aiuih 19. Labai Salim 20. Lelo Sutan 21. Lenggang Basa 22. Malantak Padang 23. Malin Lambuik 24. Malin Sinaro 25. Mangkuto Ibrahim 26. Mangkuto Rajo 27. Mantari Alam 28. Mantari Bilang 29. Mantari Labiah 30. Mantari Sutan 31. Marah Intan 32. Nagari Batuah 33. Nan Barapi 34. Nan Batudung Putih 35. Pado Batuah 36. Pakih Mangkuto 37. Pakih Sampono 38. Pakih Sinaro 39. Pandito Sampono 40. Panduko Sutan 41. Panghulu Alam 42. Panghulu Dirajo 43. Panghulu Hakim 44. Peto Ali 45. Rajo Babanding 46. Rajo Budi 47. Rajo Bujang 48. Rajo Bulan 49. Rajo Dubalang 50. Rajo Jali 51. Rajo Kurai 52. Rajo Malano 53. Rajo Mantari 54. Sidi Ibrahim 55. Sidi Kayo 56. Sidi Malano 57. Sidi Malin 58. Sidi Mangkuto 59. Sidi Marah 60. Sidi Mudo 61. Sinaro Kayo 62. Sinaro Nan Putih 63. Sinaro Panjang 64. Sutan Ajis 65. Sutan Bandaro Kayo 66. Sutan Caniago 67. Sutan Dirih 68. Sutan Hakim 69. Sutan Ibrahim 70. Sutan Jamarih 71. Sutan Kulipah 72. Mantari Kayo 73. Sutan Majoindo 74. Sutan Majolelo 75. Sutan Makmur 76. Sutan Malano 77. Sutan Malano Kayo 78. Sutan Mancayo 79. Sutan Mangkuto Rajo 80. Sutan Ma’ruf 81. Sutan Mudo 82. Sutan Perpatih 83. Sutan Rajo Bilang 84. Sutan Rajo Bujang 85.Sutan Rajo Bulan 86. Sutan Said 87. SutanSinaro Kayo 88. Sutan Sinaro Panjang 89. Sutan Syarif

3. Suku Guci

1. Imam Salim 2. Imam Tanameh 3. Khatib Bandaro 4. Sidi Sutan 5. Sidi Tanameh 6. Sutan Bandaro 7. Sutan Cumano 8.   Sutan Marah Indo 9.   Sutan Sarialam 10. Sutan Saripado 11. Sutan Sidi 12. Sutan Talarangan 13. Sutan Tanameh 14. Bandaro Sutan

4. Suku Piliang

1.  Bagindo Alam 2.  Bagindo Bandaro 3.  Bagindo Diaceh 4.  Bagindo Rajo 5.  Bagindo Sidi 6.  Bagindo Sinaro 7.  Bagindo Suman 8.  Bandaro Alam 9.  Bandaro Magek 10. Bandaro Rajo 11. Imam Pamuncak 12. Khatib Pamuncak 13. Khatib Sidi 14. Mangkuto Sinaro 15. Mantari Rajo 16. Mantiko Alam 17. Marah Bagindo 18. Marah Magek 19. Pakih Sinaro 20. Panghulu Basa 21. Rajo Bagindo 22. Rajo Manso 23. Rajo Nan Bana 24. Rajo Nan Manih 25. Rajo Sampono 26. Rangkayo Sutan 27. Sidi Rajo 28. Sidi Salim 29. Sidi Sinaro 30. Sidi Tukang 31. Sinaro Sidi 32. Sutan Bandaro Panjang 33. Sutan Majo Kayo 34. Sutan Nagari 35. Sutan Pamuncak 36. Sutan Pangeran 37. Sutan Panghulu 38. Sutan Rajo Alam 39. Sutan Rajo Basa 40. Sutan Rajo Mudo 41. Sutan Rangkayo Mulia 42. Sutan Rumah Panjang 43. Sutan Sarialam 44. Sutan Sidi 45. Sutan Sinaro 46. Sutan Tumajo 47. Sutan Tunaro 48. Sidi Alam

Dilapangan kita temui antara suku Guci dan suku Piliang gala adatnya boleh digunakan bersamaan

5. Suku Koto

1. Bagindo Bungsu 2. Bandaro Hakim 3. Imam Basa 4. Khatib Basa 5. Nan Bagading 6. Pakih Tumanggung 7. Rajo Bungsu 8. Rajo Intan 9. Sutan Bagindo 10  Sutan Batuah 11. Sutan Majo Labiah 12. Sutan Maruhum 13. Sutan Nurdin 14. Sutan Sampono 15. Sutan Sati 16. Sutan Tumanggung

6. Suku Tanjung

1. Endah Kayo 2. Endah Sutan 3. Imam Sampono 4. Khatib Rajo Endah 5. Magek Sutan 6. Majo Endah 7. Rajo Sampono 8. Sidi Khatib 9.   Sutan Mangkudun 10. Sutan Mangkudun Sati 11. Sutan Manindih 12. Sutan Rajo Endah 13. Sutan Sariali 14. Sutan Sarendah 15. Sutan Taharuddin

7.  Suku Sikumbang

1. Bagindo Marusin 2. Imam Batuah 3. Khatib Majo Lelo 4. Rajo Langik 5. Rajo Medan 6. Sidi Kulipah 7. Sutan Batuah 8. Sutan Jamin 9. Sutan Palindih 10. Sutan Rajo Lelo 11. Sutan Sulaiman 12. Sutan Syarif

Untuk gala tigo suku (Koto, Tanjung dan Sikumbang) mereka boleh saling memakai gala dari tigo suku tersebut.

GELAR DATUK KEHORMATAN 7 SUKU DI NAGARI MANINJAU

Suku Malayu

1. Datuk Bungsu

2. Datuk Gunung Ameh

3. Datuk Gunung Kayo

4. Datuk Gunung Rajo

5. Datuk Rajo Angek

Suku Caniago

1. Datuk Panghulu Dirajo

2. Datuk Rajo Api

3. Datuk Rajo Bulan

4. Datuk Rajo Mantari

5. Datuk Sinaro Nan Panjang

6. Datuk Yang Basa

Suku Guci

1. Datuk Siri

Suku Piliang

1. Datuk Sidi Rajo

Suku Koto

1. Datuk Bandaro Hakim

Suku Tanjung

1. Datuk Inyik Sampono

Suku Sikumbang

1. Datuk Maka

Menurut TAMBO NAGARI MANINJAU diterangkan bahwa Adat nan dipakai dalam nagari Maninjau, adalah BUDI CANIAGO, duduak samo randah tagak samo tinggi.

Bakato baiyo, bajalan bamulah,

Elok kato jo mupakat,

Buruak kato diluanyo

Nan elok kato mupakat,

Nan bana kato saiyo,

Talatak suatu ditampeknyo,

Didalam cupak jo gantang,

Dilingkuang barih jo balabeh,

Nan dimakan mungkin jo patuik,

Dikanduang Adat jo Pusako.

Penyusun,